InfoSAWIT JAWA, BALI – Industri kelapa sawit menjadi salah satu tumpuan sumber pendapatan negara, dimana devisa ekspor pada 2022 mencapai US$ 39,28 miliar. Angka ini tercatat sebagai rekor tertinggi jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Ke depan, industri kelapa sawit diyakini tetap menjadi pilar penting bagi perekonomian nasional, karena mendukung sepertiga kebutuhan minyak nabati dunia. Diperkirakan, permintaan produk sawit untuk pangan atau oleofood akan mencapai US$ 106,16 miliar pada 2035, sedangkan untuk industri oleokimia mencapai US$ 190 miliar.
Selain itu, industri kelapa sawit mampu menyediakan lapangan kerja yang berlimpah bagi kurang lebih 16,2 juta tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, potensi tersebut harus dimanfaatkan dengan mengembangkan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
“Perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan. Oleh karenanya, pemerintah terus meningkatkan tata kelola kelapa sawit, antara lain, melalui Rencana Aksi Nasional Perkebunan Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) XI Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dalam putaran Video, yang dihadiri InfoSAWIT Jawa, Rabu (8/3/2023) di Bali.
Lebih lanjut, Wapres menekankan, sektor ini dapat diwujudkan lebih cepat melalui peran terbaik dari seluruh pemangku kepentingan, seperti anggota GAPKI sebagai pelaku usaha, perusahaan besar, ataupun kementerian/lembaga terkait.
Untuk itu, Wapres pun menyampaikan beberapa langkah strategis kepada pihak-pihak tersebut. “Pertama, supaya memperkuat jalur kemitraan antara petani dengan perusahaan besar, termasuk pada program Peremajaan Sawit Rakyat,” pintanya.
Menurut Wapres, prinsip kemitraan yang didasari asas manfaat, berkelanjutan, dan saling menguntungkan harus terus dipromosikan. “Kita tidak ingin produktivitas perkebunan saja yang meningkat, tetapi juga pendapatan dan kesejahteraan petani sawit rakyat,” kata Wapres mengingatkan.
Yang kedua, Wapres menegaskan, perlunya pendampingan dan bimbingan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) lahan sawit rakyat. “Langkah ini perlu ditempuh untuk ciptakan sistem usaha perkebunan kelapa sawit yang layak ekonomi, layak sosial budaya, dan juga ramah lingkungan,” tegasnya.
Yang ketiga, Wapres mengajak anggota GAPKI dan perusahaan kelapa sawit untuk meningkatkan dan mengoptimalkan program corporate social responsibility (CSR) bagi masyarakat sekitar kebun, termasuk untuk lingkungan lestari, kesehatan, pendidikan, dan pembinaan masyarakat.
“Keempat, meningkatkan kepeloporan anggota GAPKI dalam mengembangkan wilayah-wilayah terpencil dengan tetap menjaga kelestarian alam setempat. Banyak daerah di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi telah berkembang karena ekonomi kelapa sawit,” ungkapnya.
Kelima, Wapres menekankan, agar pemberdayaan masyarakat sekitar perkebunan lebih ditingkatkan. Misalnya, GAPKI dapat bekerja sama, membina, dan membimbing pondok pesantren dalam melahirkan santripreneur di bidang perkebunan dan industri kelapa sawit.
“Terdapat kurang lebih 34 ribu pondok pesantren di Indonesia dengan jumlah santri tidak kurang dari 4,76 juta orang. Sekitar 44,2 persen pesantren punya beragam potensi ekonomi, mulai dari pengembangan koperasi UMKM dan ekonomi syariah, agribisnis, peternakan, perkebunan, maupun vokasional,” urainya.
Terakhir, Wapres mendorong jajaran kementerian/lembaga terkait untuk segera melakukan harmonisasi regulasi, terutama dalam penyelesaian status perkebunan di kawasan hutan serta percepatan program Peremajaan SawitRakyat, yang realisasinya masih belum sesuai target. (T1)