InfoSAWIT JAWA, BALI – Sebagai salah satu komoditas strategis nasional, Pemerintah terus berkomiten mendukung sektor perkebunan kelapa sawit salah satunya melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting.
Pelaksanaan program PSR dengan penggunaan bibit unggul dan penerapan Good Agriculture Practice (GAP), akan meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa harus melakukan pembukaan lahan baru, sehingga dapat meningkatkan pendapatan pekebun rakyat secara optimal.
Diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dibandingkan komoditas kebun lain seperti karet, tebu, kakao atau kelapa, peranan swasta dalam perkebunan sawit lebih dominan.
Sementara dari sisi penyerapan tenaga kerja, perkebunan sawit bisa menyerap secara langsung 16 juta tenaga kerja baik yang kerja langsung di kebun maupun yang mensupport. “Perusahaan kelapa sawit juga mampu meningkatkan nilai tambah produk dan berkontribusi besar pada penerimaan devisa non migas di tahun 2022 sebesar 12,76%,” ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang hadir secara virtual dalam acara MUNAS XI Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) 2023, dihadiri InfoSAWIT Jawa, Rabu (8/03/2023) di Bali.
Implementasi peremajaan sawit rakyat yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan pekebun sawit baik plasma maupun swadaya telah mendapat dukungan dan menjadi komitmen Pemerintah sejak tahun 2015. Tetapi hingga tahun 2022, luas penanaman program PSR baru mencapai 200.000 hektar dari target 540.000 hektar pada tahun 2024.
Dalam rangka mempercepat pencapaian target PSR, Pemerintah membuka akses peremajaan sawit melalui skema kemitraan, yakni suatu bentuk kerja sama yang saling menguntungkan antara pekebun dan perusahaan mitra disertai dengan pembinaan dan pengembangan yang bersifat saling memperkuat.
Selain itu, untuk mencapai target tersebut, terdapat beberapa syarat utama yang harus dipenuhi, diantaranya yakni benih yang digunakan untuk peremajaan kebun kelapa sawit rakyat harus tersertifikasi, peremajaan bersifat klaster untuk pekebun yang sudah berada dalam kelembagaan, terdapat komitmen off-taker baik dari perusahaan swasta maupun BUMN untuk membina pekebun sawit dan turut serta memastikan keberhasilan program peremajaan, dan memenuhi ketentuan pengelolaan kebun berkelanjutan sesuai prinsip dan kriteria ISPO sehingga sekaligus kebun-kebun rakyat bisa mendapat sertifikat ISPO.
“Dengan syarat tersebut, tentu kita mendorong bahwa ketersediaan bibit harus bisa disiapkan secara baik dan juga kerja sama off-taker tentu harus didorong agar pembina pekebun dapat mendorong program replanting ini termasuk membuat program ini bankable,” kata Menko Airlangga. (T2)